Senin, 28 April 2008

Keaslian tumbuhan obat

Pada industri herbal, penjual jamu atau pengguna yang meramu dan mengkonsumsi sendiri ramuannya, tumbuhan obat segar atau simplisia (tumbuhan obat yang dikeringkan) sebagai bahan baku dapat diperoleh dengan berbagai cara, yaitu: memetik/memanen sendiri tanaman yang dibudidayakan, mencari/memungut dari tumbuhan liar, atau membelinya dari penjual/pemasok simplisia.

Pada tanaman yang dibudidaya, umumnya keasliannya sudah diketahui dengan baik. Tetapi, pada simplisia yang berasal dari tumbuhan liar atau dibeli dari pemasok, kadang tumbuhan obat tersebut tercampur dengan tumbuhan lain yang mirip ciri morfologinya, baik secara sengaja atau tidak, bahkan dapat tertukar atau terjadi kekeliruan dengan tumbuhan lain.

Keliruan pengambilan tumbuhan obat dapat terjadi karena kesamaan morfologi atau nama yang hampir mirip. Hal ini seringkali menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan.
Sebagai contoh: di Eropa tengah, tumbuhan Bear's Garlic atau Ramsons (Allium ursinum L.) digunakan sebagai sayuran, salad, rempah-rempah atau sebagai ramuan untuk pesto in lieu of basil. Batang tumbuhan ini berbentuk segitiga dan daunnya mirip Lily of theValley (Convallaria majalis), Meadow Saffron (Colchicum autumnale) atau Autumn crocus (Crocus sativus). Karena kemiripan morfologi daun, seringkali tumbuhan tersebut dikelirukan. Pernah dilaporkan beberapa kasus keracunan kolkisina (alkaloid beracun yang terdapat dalam Autumn crocus maupun Meadow Saffron) akibat kekeliruan mengkonsumsi/mengambil ramsons dengan Autumn crocus atau Meadow Saffron. Keracunan Kolkisina dapat menyebabkan gastroenterocolitis, diikuti dengan kegagalan fungsi berbagai organ tubuh dan apabila tidak segera mendapatkan pertolongan, dapat berakhir dengan kematian.

Kasus nefrotoksisitas maupun gagal ginjal pernah terjadi pada wanita-wanita Belgia yang ingin melangsingkan tubuhnya. Para wanita tersebut mengkonsumsi berbagai obat yang diberikan oleh klinik pelangsingan tubuh, antara lain serotonin dicampur dengan obat herbal tertentu yang mengandung Stephania tetranda (Guang Fang Ji). Ketika kasus gagal ginjal terjadi, obat herbal yang digunakan diperiksa, ternyata tidak mengandung Stephania tetranda, tetapi mengandung tumbuhan lain, Aristolochia sp. (Han Fang Ji). Diduga Stephania tetranda (Guang Fang Ji) dikelirukan/diganti dengan Aristochia sp. (Han Fang Ji) yang mempunyai nama yang mirip. Aristolochia sp. mengandung asam aristolokat yang toksik terhadap ginjal.

Di Indonesia, meskipun belum pernah dilaporkan adanya kasus fatal akibat kekeliruan penggunaan tumbuhan obat, tetapi mungkin saja terjadi kasus kekeliruan seperti di atas karena kesamaan ciri morfologi maupun nama tumbuhan. Tumbuhan satu marga, umumnya mempunyai ciri morfologi yang hampir mirip, misalnya kumis kucing (Orthosiphon aristatus (Bl.) Mlq. ) dan Orthosiphon spicatus (Thumb) BBS); kemangi (Ocimum sanctum L.) dengan selasih (Ocimum basilicum L.), berbagai jenis lempuyang, misalnya lempuyang wangi (Zingiber aromaticum Val.), lempuyang pahit (Zingiber amaricans Bl.) serta lempuyang gajah (Zingiber zerumbet Sm.) dan sebagainya. Nama tumbuhan yang mirip, misalnya: kecibeling (Hemigraphis colorata Hall. f., Ruella napifera Zoll et Mor. dan Strobilanthus crispus L.); kunci pepet (Kaempferia rotunda L. dan Kaempferia angustifolia Rosc.); daun dewa (Gynura pseudo-china (L.) DC. dan (Gynura procumbens (Lour.) Merr. ) . Talesom (Talinum paniculatum Gaertn.) dan Kolesom (Talinum triangulare Willd.). Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya kejadian yang tidak diinginkan, maka pemastian keaslian tumbuhan sangatlah penting.

Terdapat beberapa metode untuk memastikan keaslian suatu tumbuhan, yaitu:

  1. Metode organoleptik, dengan cara meremas kemudian membau dan/atau merasakan. Metode ini mempunyai resiko kesalahan yang tinggi dan hanya orang tertentu yang ahli dan berpengalaman saja yang mampu melakukannya dengan hasil yang baik. Tumbuhan yang mengandung minyak atsiri biasanya mempunyai bau yang khas, sedangkan tumbuhan yang mengandung alkaloid umumnya mempunyai rasa pahit.

  2. Metode morfologi dan anatomi tumbuhan. Pemeriksaan ciri morfologi dilakukan secara kasat mata atau menggunakan kaca pembesar (loupe), dengan mengamati bentuk daun, batang, akar, rimpang, susunan bunga dan sebagainya. Pemeriksaan ciri anatomi menggunakan mikroskop, dilakukan terhadap irisan melintang atau membujur dari jaringan tumbuhan atau pemeriksaan serbuk/bagian tumbuhan yang telah dikeringkan. Cara pemeriksaan ini dilakukan untuk mengamati bentuk sel dan jaringan (jaringan meristem, epidermis gabus, parenkim, klorenkim, sklerenkim, phloem dan xylem), sel batu, trikomata, kristal kalsium oksalat, dan sebagainya. Tumbuhan pada umumnya mempunyai ciri morfologi dan anatomi yang spesifik dan dapat digunakan sebagai penciri bagi tumbuhan tersebut.

  3. Metode kimia, berdasarkan reaksi kimia antara kandungan tumbuhan dengan pereaksi maupun pengamatan bentuk/profil kromatogram kromatografi, baik secara kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas (KG ) atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Sidik kromatogram suatu tumbuhan obat umumnya spesifik. Tumbuhan pada umumnya mempunyai kandungan kimia tertentu, sehingga dengan pengamatan profil kromatogram, dibandingkan dengan standar, maka dapat diketahui apakah tumbuhan tersebut asli atau tidak. Panax quinquefolium (Ginseng Amerika) mempunyai 29 macam kandungan saponin (Ginsenosida) dengan 24 (R)-pseudoginsenosida F11 sebagai kandungan spesifiknya, sedangkan Panax ginseng (Ginseng China) hanya mempunyai 20 jenis Ginsenosida dengan Ginsenosida Rf sebagai kandungan spesifiknya.

  4. Metode genetik, dengan mengamati sidik DNA tumbuhan. Teknik-teknik yang digunakan meliputi random amplified polymorphic DNA (RAPD), DNA fingerprinting menggunakan multi-loci probes, restriction fragmen length polymorphism (RFLP), amplified fragment length polymorphism (AFLP), arbitrarily primed polymerase chain reaction (AP-PCR)dan microsatellite marker technology.

Daftar Bacaan:

Cosyns JP (2003), Aristolochic acid (formerly Chinese herbs) nephropathy, 19th European Congress of Pathology (Ljubljana, Slovenia).

Heyne K. (1950), Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilii II, Cetakan I, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.

Hon CC, Chow YC, Zeng FY, Leung FCC (2003), Genetic authentication of Ginseng and other traditional Chinese Medicine. Acta Pharmacol Sin. 24 (9): 841-846.

Kartasapoetra, AG. (1987), Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan, PT. Bina Aksara , Jakarta.

Kasahara S., Seizaburo H (Eds.) (1995), Medicinal Herb Index in Indonesia, PT. Eisai Indonesia, Jakarta.

Sundov Z. et al. Fatal Colchicine poisoning by accidental ingestion of meadow saffron-case report, Forensic Science International, 149 (2-3), 253-256.

Tjitrosoepomo, G. (1985), Morfologi tumbuhan, Gadjah Mada University Press.









Sabtu, 05 April 2008

Nama ilmiah tumbuhan




Hal yang paling mendasar dari penggunaan suatu tumbuhan sebagai obat atau sebagai obyek penelitian adalah kebenaran atau keaslian dari tumbuhan tersebut.

Tumbuhan obat dapat mempunyai banyak nama, dan nama-nama tersebut digolongkan ke dalam dua kelompok: Nama lokal (nama daerah/nama setempat) dan nama ilmiah (nama internasional/nama latin).

Suatu tumbuhan obat dapat mempunyai banyak nama lokal, tetapi hanya satu nama ilmiah yang diakui atau dikenal di seluruh dunia. Sebagai contoh: Jahe.
Jahe dapat mempunyai banyak nama lokal, misalnya: halia (Aceh); beuing (Gayo); bahing ( Batak karo); pege (Toba); sipode (Mandailing); lahia (Nias); alia, jae (Melayu); sipadeh, sipodeh (Minangkabau); pege (Lubu); jahi (Lampung); jahe (Sunda); jae (Jawa); jhai (Madura); jae (Kangean); lai (Dayak); jae (Bali); reja (Bima); alia (Sumba); lea (Flores); luya (Mongon-dow); moyuman (Ponos); melito (Gorontalo); yuyo (Buol); kuya (Baree); laia (Makasar); pese (Bugis); hairalo (Aimahai); pusu, seeia, sehi (Ambon); sehi (Hila); sehil (Nusa laut); siwei (Buru); geraka (Ternate); gora (Tidore); laian (Aru); leya (Alfuru); lali (Papua-Kalana fat); manman (papua (Kapaur). Ginger (Inggris); shengjiang(China), gung, sinh khuong, can khuong, co kinh (Thai). Tetapi, jahe hanya mempunyai satu nama ilmiah, yaitu Zingiber officinale Roscoe yang dikenal diseluruh dunia.
Masalah yang timbul berkaitan dengan nama tumbuhan adalah:
1. Tumbuhan yang sama (nama ilmiah sama), tetapi mempunyai nama lokal berbeda. Contoh: jahe. Di Jawa, jahe (Zingiber officinale Roscoe) di kenal dengan nama jae, tetapi di Aceh disebut
halia, di Minangkabau disebut sipadeh dan di Inggris dikenal sebagai ginger.
2. Tumbuhan dengan nama lokal yang sama, tetapi nama ilmiah berbeda. Contoh: kecibeling. Tumbuhan kecibeling dapat mempunyai beberapa nama ilmiah, yaitu: Strobilanthes crispus
L.; Ruellia napifera Zoll et Mor.; Hemigraphis colorata Hall. f. Tumbuhan kunci pepet dapat mempunyai dua nama ilmiah Kaempferia rotunda L (di daerah Surabaya, Jawa timur - gambar sebelah kiri) dan dapat pula bernama Kaempferia angustifolia Roscoe (di daerah Semarang, Jawa tengah - gambar sebelah kanan).
Akibat dari permasalahan nama tumbuhan tersebut kemungkinan dapat menimbulkan kekeliruan dalam penggunaan oleh masyarakat, padahal tumbuhan yang berbeda, manfaat/ khasiatnya mungkin berbeda. Contoh: rimpang K. rotunda L. digunakan sebagai obat sakit perut; sedangkan rimpang K. angustifolia Roscoe digunakan sebagai obat panas, disentri, mencret, masuk angin dan menguruskan badan. Perbedaan manfaat tersebut salah satu penyebabnya adalah adanya perbedaan kandungan kimianya.
Pengelola OHI beserta beberapa peneliti lain telah melakukan penelitian terhadap kandungan minyak atsiri dari rimpang kedua jenis Kaempferia tersebut. Hasil penelitian yang berjudul: " Composition of the essential oils of Kaempferia rotunda L. and Kaempferia angustifolia Roscoe rhizomes from Indonesia". Ditulis bersama oleh Herman J. Woerdenbag, (Groningen Research Institute of Pharmacy (GRIP), Groningen University Institute for Drug Exploration (GUIDE), Antonius Deusinglaan 2, 9713 AW Groningen, The Netherlands) ; Tri Windono (Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya, Jalan Raya Kalirungkut, Surabaya 60293, Indonesia); Rein Bos and Wim J. Quax (Department of Pharmaceutical Biology, Groningen Research Institute of Pharmacy (GRIP), Groningen University Institute for Drug Exploration (GUIDE), Antonius Deusinglaan 1, 9713 AV Groningen, The Netherlands); Sudarsono Riswan (Herbarium Bogoriense, Indonesian Institute of Science (LIPI), Jalan Ir. H. Juanda 22, PO Box 332, Bogor 16122, Indonesia), dan telah dipublikasikan dalam Flavour and Fragrance Journal, Vol. 19; issue 2 (2004), 145-148.

Abstract
The volatile constituents of rhizomes (main rhizome, lateral parts) of two medicinally used Indonesian plants of the family Zingiberaceae, Kaempferia rotunda L. and K. angustifolia Roscoe, were investigated by GC and GC-MS (EI) analysis. A total of 75 compounds were identified. The most abundant constituents were benzyl benzoate (69.7%, 20.2%), n-pentadecane (22.9%, 53.8%) and camphene (1.0%, 6.2%) in K. rotunda, and n-pentadecane (17.8%, 5.0%), camphene (9.1%, 12.4%), camphor (6.2%, 5.7%) and bornyl formate (3.7%, 16.3%) in K. angustifolia. Although both species are known in Java under the same local name (kunci pepet) and probably will be interexchanged, there are some marked phytochemical differences. Copyright © 2004 John Wiley & Sons, Ltd.

Kamis, 03 April 2008

Partisipasi dalam ICHTEM



Pada Tanggal 30-31 Maret 2004, Pengelola OHI telah berpartisipasi dalam ICHTEM (International Conference on Herbal and Traditional Eastern Medicine): An Alternative and Integrative Medicine, di Macao. Konperensi ini diselenggarakan atas kerjasama University of Macao dan The Asean Foundation.

Pengelola hadir sebagi utusan dari Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, dengan membawakan makalah bebas berjudul: "Radical Scavenger Capacity against 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH) of Some Indonesian Medicinal Plants".

Utusan dari Indonesia yang hadir selain pengelola OHI adalah :
  • Prof.Dr. Farid Anfasa Moeloek (Ikatan Dokter Indonesia) sebagai pembicara tamu, dengan judul makalah: "Herbal and Traditional Medicine: National Perspectives and Polecies in Indonesia"
  • Dr. Made Sri Prana (LIPI) sebagai pembicara tamu, dengan judul makalah: " The Diversity and Prospect of Medicinal Plants in South East Asia"
  • DR. LBS. Kardono (LIPI) sebagai pemakalah bebas , dengan judul makalah: "Developing Jamu into Phytopharmaceutics"
  • DR. Retno Murwani (Universitas Diponegoro-Semarang) sebagai pemakalah bebas, dengan judul makalah: " The Water extract of Indonesian Tea Mistletoe is Cytotoxic to Fibrosarcoma and Increased its Susceptibility to TNF-alpha Mediated Lysis".

Negara-negara lain yang berpartisipasi adalah utusan dari : China (PRC), Macao, Filipina, Thailand, Kamboja, Pakistan, United Kingdom, Hong Kong, dan lain-lain.

Prakata

Selamat Datang di Blog Obat Herbal Indonesia...

Blog ini dibangun pada 3 April 2008, dengan tujuan :

Pertama, sebagai media informasi berita atau hasil-hasil penelitian tentang Penggunaan dan Penelitian Obat Herbal Indonesia, baik dari aspek kandungan kimia, farmakologi, toksisitas, klinis, budidaya dan lain-lain.

Kedua, sebagai sumbangsih pengelola blog Obat Herbal Indonesia demi untuk kemajuan Obat herbal Indonesia.

Sekian dahulu prakata dari pengelola.